Kamis, 04 Juni 2009

SPT Masa PPh Pasal 21/26 (New)

http://www.ziddu.com/download/5050371/PER-32_PJ_2009.pdf.html

Kamis, 23 April 2009

Menghitung Pajak Tangguhan atas Kompensasi Rugi Fiskal

PSAK No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan par. 26 menjelaskan bahwa saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi diakui sebagai aset pajak tangguhan apabila besar kemungkinan bahwa laba fiskal pada masa depan memadai untuk dikompensasi.
Menurut PSAK 46 paragraf 27 diatur bahwa berikut ini adalah hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan apakah penghasilan kena pajak akan tersedia dalam jumlah memadai untuk dikompensasikan :
1. apakah perusahaan mempunyai perbedaan temporer kena pajak dalam jumlah yang memadai, yang memungkinkan sisa kompensasi dapat digunakan sebelum masa berlakunya kadaluarsa;
2. apakah perusahaan mungkin memperoleh laba fiskal agar saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi kerugian dapat digunakan sebelum masa berlakunya daluarsa;
3. apakah saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi timbul dari kasus-kasus tertentu yang hampir tidak mungkin berulang.
Apabila laba fiskal tidak mungkin tersedia dalam jumlah yang memadai untuk dapat dikompensasi dengan saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi, maka aset pajak tangguhan tidak diakui.
Paragraf 28 mengatur mengenai penilaian kembali aset pajak tangguhan. Pada setiap tanggal neraca, perusahaan menilai kembali aset pajak tangguhan yang tidak diakui. Perusahaan mengakui aset pajak tangguhan yang sebelumnya tidak diakui apabila besar kemungkinan bahwa laba fiskal pada masa depan akan tersedia untuk pemulihannya.
Berdasarkan Undang undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang undang No. 36 Tahun 2008 (UU PPh) Pasal 6 ayat (2) diatur bahwa apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.
Berikut ini ilustrasi sederhana penerapan penghitungan aset pajak tangguhan atas saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi. Untuk memudahkan pemahaman diasumsikan bahwa tidak terdapat unsur beda temporer dalam rekonsiliasi perpajakan.
Dari rekonsiliasi laba (rugi) komersial dengan laba (rugi) menurut fiskal PT A selama 5 tahun berturut-turut diperoleh gambaran sebagai berikut :
2006 2005 2004 2003
Laba (Rugi) Komersial 11.000 10.500 (4.000) (12.000)
Beda Tetap :
Sumbangan 300 500 100 400
Entertainment 100 300 150 800
Laba (Rugi) Fiskal 11.400 11.300 (3.750) (10.800)
Kompensasi (3.250)(14.550)(10.800) 0
Laba (Ak.Rugi) Fiskal 8.150 (3.250)(14.550) (10.800)


Ayat jurnal pajak tangguhan atas saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi mulai tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 sebagai berikut :
Aset Pajak Tangguhan (DTA) 3.240
Pajak Penghasilan Tangguhan 3.240
(mencatat DTA tahun 2003)

Aset Pajak Tangguhan (DTA) 1.125
Pajak Penghasilan Tangguhan 1.125
(mencatat tambahan DTA 2004)

Pajak Penghasilan Tangguhan 3.390
Aset Pajak Tangguhan (DTA) 3.390
(reverse DTA - laba fiskal 2005)

Pajak Penghasilan Tangguhan 975
Aset Pajak Tangguhan (DTA) 975
(reverse DTA – laba fiskal 2006)

Dari ayat-ayat jurnal di atas, dapat diketahui bahwa saldo Aset Pajak Tangguhan di Neraca PT A per 31/12/2006 sudah menjadi nol seiring dengan habisnya kompensasi saldo rugi fiskal pada tahun 2006.

Senin, 30 Maret 2009

Rabu, 25 Maret 2009

DOWNLOAD II

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan Kelengkapannya :
1. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 - Final
2. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 - Non Final
3. Daftar Bukti Potong PPh Pasal 21
4. SPT Masa PPh Pasal 21

Formulir SPT Masa PPh Final Pasal 4(2) dan Kelengkapannya :
1. Bukti Pemotongan PPh Final - Deposito
2. Bukti Pemotongan PPh Final - Obligasi
3. Bukti Pemotongan PPh Final - Sewa
4. Bukti Pemotongan PPh Final - Hadiah
5. Bukti Pemotongan PPh Final - Jasa Konstruksi
6. Daftar Bukti Pemotongan PPh Final - Hadiah
7. Daftar Bukti Pemotongan PPh Final - Pasal 4(2)
8. Lampiran PPh Final Obligasi
9. SPT Masa PPh Final Pasal 4(2)

Formulir SPT Masa PPh Final Pasal 15 dan Kelengkapannya :
1. Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 15 - Jasa Pelayaran Dalam Negeri
2. Daftar Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 15
3. SPT Masa PPh Final Pasal 15

Formulir SPT Masa PPh Pasal 23/26 dan Kelengkapannya :
1. Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 - Final
2. Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 - Non Final
3. Bukti Pemotongan PPh Pasal 26
4. Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26
5. SPT Masa PPh Pasal 23/26

Formulir SPT Tahunan dan Kelengkapannya :
1. SPT Tahunan PPh Badan (1771)
2. Buku Petunjuk SPT Tahunan PPh Badan
3. SPT Tahunan PPh Pasal 21
4. Buku Petunjuk SPT Tahunan PPh Pasal 21
5. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi - 1770
6. Buku Petunjuk SPT Tahunan Orang Pribadi - 1770
7. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi - 1770 S
8. Buku Petunjuk SPT Tahunan PPh Orang Pribadi - 1770 S
9. SPT Tahunan Orang Pribadi - 1770 SS

Lain-Lain :
1. PSAK No. 46 - Akuntansi Pajak Penghasilan

Kamis, 19 Maret 2009

FAKTUR PAJAK STANDAR

Faktur Pajak adalah bukti pungutan Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

Faktur Pajak paling sedikit memuat keterangan tentang :
a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat :
a. pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
b. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
c. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
d. pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
e. pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai

Berdasarkan PER-159/PJ./2006 tmt 1 Januari 2007, Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar :
1. Format Kode Faktur Pajak Standar terdiri dari 6 (enam) digit, yaitu :
a. 2 digit pertama adalah Kode Transaksi,
b. 1 digit berikutnya adalah Kode Status,
c. 3 digit berikutnya adalah Kode Cabang.
2. Format Nomor Seri Faktur Pajak Standar terdiri dari 10 (sepuluh) digit, dengan rincian sebagai berikut :
a. 2 digit pertama adalah Tahun Penerbitan.
b. 8 digit berikutnya adalah Nomor Urut.

Sehingga format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar secara keseluruhan menjadi sebagai berikut :
XXX.XXX-XX.XXXXXXXX

Kode Transaksi :
01 - digunakan untuk penyerahan kepada selain Pemungut PPN
02 - digunakan untuk penyerahan kepada Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah
03 - digunakan untuk penyerahan kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendaharawan Pemerintah)
04 - digunakan untuk penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain kepada selain Pemungut PPN
05 - digunakan untuk penyerahan yang Pajak Masukannya diDeemed kepada selain Pemungut PPN
06 - digunakan untuk penyerahan Lainnya kepada selain Pemungut PPN
07 - digunakan untuk penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn BM-nya Tidak Dipungut kepada selain Pemungut PPN
08 - digunakan untuk penyerahan yang Dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPn BM kepada selain Pemungut PPN
09 - digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D kepada selain Pemungut PPN

Kode Status :
0 - Faktur Pajak Normal/yang pertama kali diterbitkan
1 - Faktur Pajak Pengganti

Kode Cabang :
000 - untuk Wajib Pajak berstatus tunggal atau cabang yang telah dipusatkan
sesuai kode cabang - untuk Wajib Pajak yang berstatus Pusat yang cabangnya telah dipusatkan

Tahun Penerbitan : diisi dua digit terakhir tahun diterbitkannya Faktur Pajak

Nomor Urut : diisi sesuai nomor urut Faktur Pajak dalam format 8 digit dan setiap tahun harus dimulai dari nomor urut 00000001.

PENYUSUTAN DAN AMORTISASI DALAM BIDANG TERTENTU

Pada akhir tahun 2008, Menteri Keuangan telah mengeluarkan paket peraturan pelaksanaan UU No. 36 Tahun 2008 ( UU PPh) yang diantaranya mengatur tentang Amortisasi dan Penyusutan dalam bidang usaha tertentu (PMK-248/PMK.03/2008 dan PMK-249/PMK.03/2008).
Berdasarkan kedua PMK tersebut, yang dimaksud bidang usaha tertentu adalah :
a. bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 tahun.
b. bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 tahun.
c. bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan dimana ternak dapat berproduksi berkali-kali dan baru dapat dijual setelah dipelihara sekurang-kurangnya 1 tahun

Pada PMK-248/PMK.03/2008, Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya untuk bidang usaha tertentu, dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran atau pada bulan produksi komersial.
Yang dimaksud dengan Bulan produksi komersial adalah bulan dimana penjualan mulai dilakukan.

Sedangkan pada PMK-249/PMK.03/2008, diatur hal-hal sebagai berikut :
a. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut
b. Harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa aktiva tetap yang dimiliki dan digunakan serta merupakan komoditas pokok dalam bidang usaha tertentu, yaitu :
1. bidang usaha kehutanan, meliputi tanaman kehutanan, kayu;
2. bidang usaha industri perkebunan tanaman keras meliputi tanaman keras;
3. bidang usaha peternakan meliputi ternak, termasuk ternak sapi pejantan.
c. Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang dimaksud pada poin a, termasuk biaya pembelian bibit, biaya untuk membesarkan dan memelihara bibit tidak termasuk biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja
d. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dimulai pada bulan produksi komersial, yaitu bulan dimana penjualan mulai dilakukan
e. Apabila harta berwujud yang disusutkan tersebut di kemudian hari dijual, maka harga jual merupakan penghasilan dan nilai sisa buku merupakan kerugian

Rabu, 18 Maret 2009

PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH

Awal Maret 2009 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 43/PMK.03/2009 dan Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-22/PJ/2009 yang memberikan stimulus fiskal berupa PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP)kepada para pekerja dibidang usaha tertentu, yaitu :
a. kategori usaha pertanian termasuk perkebunan dan peternakan, perburuan, dan kehutanan;
b. kategori usaha perikanan; dan
c. kategori usaha industri pengolahan

PPh Pasal 21 DTP diberikan kepada pekerja yang bekerja pada kategori usaha tertentu, dengan jumlah penghasilan bruto diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan tidak lebih dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dalam satu bulan.

Dengan adanya fasilitas PPh Pasal 21 DTP maka pemberi kerja tidak perlu memotong PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan pekerjanya.
Dalam hal pemberi kerja memberikan tunjangan PPh Pasal 21 kepada pekerja atau menanggung PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan pekerja maka PPh Pasal 21 yang ditunjang atau ditanggung tersebut tetap harus diberikan/dibayarkan secara tunai kepada pekerja yang mendapat PPh Pasal 21 DTP.
Download :
PMK-43/PMK.03/2009
PER-22/PJ/2009