Kamis, 04 Juni 2009

SPT Masa PPh Pasal 21/26 (New)

http://www.ziddu.com/download/5050371/PER-32_PJ_2009.pdf.html

Kamis, 23 April 2009

Menghitung Pajak Tangguhan atas Kompensasi Rugi Fiskal

PSAK No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan par. 26 menjelaskan bahwa saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi diakui sebagai aset pajak tangguhan apabila besar kemungkinan bahwa laba fiskal pada masa depan memadai untuk dikompensasi.
Menurut PSAK 46 paragraf 27 diatur bahwa berikut ini adalah hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan apakah penghasilan kena pajak akan tersedia dalam jumlah memadai untuk dikompensasikan :
1. apakah perusahaan mempunyai perbedaan temporer kena pajak dalam jumlah yang memadai, yang memungkinkan sisa kompensasi dapat digunakan sebelum masa berlakunya kadaluarsa;
2. apakah perusahaan mungkin memperoleh laba fiskal agar saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi kerugian dapat digunakan sebelum masa berlakunya daluarsa;
3. apakah saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi timbul dari kasus-kasus tertentu yang hampir tidak mungkin berulang.
Apabila laba fiskal tidak mungkin tersedia dalam jumlah yang memadai untuk dapat dikompensasi dengan saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi, maka aset pajak tangguhan tidak diakui.
Paragraf 28 mengatur mengenai penilaian kembali aset pajak tangguhan. Pada setiap tanggal neraca, perusahaan menilai kembali aset pajak tangguhan yang tidak diakui. Perusahaan mengakui aset pajak tangguhan yang sebelumnya tidak diakui apabila besar kemungkinan bahwa laba fiskal pada masa depan akan tersedia untuk pemulihannya.
Berdasarkan Undang undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang undang No. 36 Tahun 2008 (UU PPh) Pasal 6 ayat (2) diatur bahwa apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.
Berikut ini ilustrasi sederhana penerapan penghitungan aset pajak tangguhan atas saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi. Untuk memudahkan pemahaman diasumsikan bahwa tidak terdapat unsur beda temporer dalam rekonsiliasi perpajakan.
Dari rekonsiliasi laba (rugi) komersial dengan laba (rugi) menurut fiskal PT A selama 5 tahun berturut-turut diperoleh gambaran sebagai berikut :
2006 2005 2004 2003
Laba (Rugi) Komersial 11.000 10.500 (4.000) (12.000)
Beda Tetap :
Sumbangan 300 500 100 400
Entertainment 100 300 150 800
Laba (Rugi) Fiskal 11.400 11.300 (3.750) (10.800)
Kompensasi (3.250)(14.550)(10.800) 0
Laba (Ak.Rugi) Fiskal 8.150 (3.250)(14.550) (10.800)


Ayat jurnal pajak tangguhan atas saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi mulai tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 sebagai berikut :
Aset Pajak Tangguhan (DTA) 3.240
Pajak Penghasilan Tangguhan 3.240
(mencatat DTA tahun 2003)

Aset Pajak Tangguhan (DTA) 1.125
Pajak Penghasilan Tangguhan 1.125
(mencatat tambahan DTA 2004)

Pajak Penghasilan Tangguhan 3.390
Aset Pajak Tangguhan (DTA) 3.390
(reverse DTA - laba fiskal 2005)

Pajak Penghasilan Tangguhan 975
Aset Pajak Tangguhan (DTA) 975
(reverse DTA – laba fiskal 2006)

Dari ayat-ayat jurnal di atas, dapat diketahui bahwa saldo Aset Pajak Tangguhan di Neraca PT A per 31/12/2006 sudah menjadi nol seiring dengan habisnya kompensasi saldo rugi fiskal pada tahun 2006.

Senin, 30 Maret 2009

Rabu, 25 Maret 2009

DOWNLOAD II

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan Kelengkapannya :
1. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 - Final
2. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 - Non Final
3. Daftar Bukti Potong PPh Pasal 21
4. SPT Masa PPh Pasal 21

Formulir SPT Masa PPh Final Pasal 4(2) dan Kelengkapannya :
1. Bukti Pemotongan PPh Final - Deposito
2. Bukti Pemotongan PPh Final - Obligasi
3. Bukti Pemotongan PPh Final - Sewa
4. Bukti Pemotongan PPh Final - Hadiah
5. Bukti Pemotongan PPh Final - Jasa Konstruksi
6. Daftar Bukti Pemotongan PPh Final - Hadiah
7. Daftar Bukti Pemotongan PPh Final - Pasal 4(2)
8. Lampiran PPh Final Obligasi
9. SPT Masa PPh Final Pasal 4(2)

Formulir SPT Masa PPh Final Pasal 15 dan Kelengkapannya :
1. Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 15 - Jasa Pelayaran Dalam Negeri
2. Daftar Bukti Pemotongan PPh Final Pasal 15
3. SPT Masa PPh Final Pasal 15

Formulir SPT Masa PPh Pasal 23/26 dan Kelengkapannya :
1. Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 - Final
2. Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 - Non Final
3. Bukti Pemotongan PPh Pasal 26
4. Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26
5. SPT Masa PPh Pasal 23/26

Formulir SPT Tahunan dan Kelengkapannya :
1. SPT Tahunan PPh Badan (1771)
2. Buku Petunjuk SPT Tahunan PPh Badan
3. SPT Tahunan PPh Pasal 21
4. Buku Petunjuk SPT Tahunan PPh Pasal 21
5. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi - 1770
6. Buku Petunjuk SPT Tahunan Orang Pribadi - 1770
7. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi - 1770 S
8. Buku Petunjuk SPT Tahunan PPh Orang Pribadi - 1770 S
9. SPT Tahunan Orang Pribadi - 1770 SS

Lain-Lain :
1. PSAK No. 46 - Akuntansi Pajak Penghasilan

Kamis, 19 Maret 2009

FAKTUR PAJAK STANDAR

Faktur Pajak adalah bukti pungutan Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

Faktur Pajak paling sedikit memuat keterangan tentang :
a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat :
a. pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
b. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
c. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
d. pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
e. pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai

Berdasarkan PER-159/PJ./2006 tmt 1 Januari 2007, Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar :
1. Format Kode Faktur Pajak Standar terdiri dari 6 (enam) digit, yaitu :
a. 2 digit pertama adalah Kode Transaksi,
b. 1 digit berikutnya adalah Kode Status,
c. 3 digit berikutnya adalah Kode Cabang.
2. Format Nomor Seri Faktur Pajak Standar terdiri dari 10 (sepuluh) digit, dengan rincian sebagai berikut :
a. 2 digit pertama adalah Tahun Penerbitan.
b. 8 digit berikutnya adalah Nomor Urut.

Sehingga format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar secara keseluruhan menjadi sebagai berikut :
XXX.XXX-XX.XXXXXXXX

Kode Transaksi :
01 - digunakan untuk penyerahan kepada selain Pemungut PPN
02 - digunakan untuk penyerahan kepada Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah
03 - digunakan untuk penyerahan kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendaharawan Pemerintah)
04 - digunakan untuk penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain kepada selain Pemungut PPN
05 - digunakan untuk penyerahan yang Pajak Masukannya diDeemed kepada selain Pemungut PPN
06 - digunakan untuk penyerahan Lainnya kepada selain Pemungut PPN
07 - digunakan untuk penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn BM-nya Tidak Dipungut kepada selain Pemungut PPN
08 - digunakan untuk penyerahan yang Dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPn BM kepada selain Pemungut PPN
09 - digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D kepada selain Pemungut PPN

Kode Status :
0 - Faktur Pajak Normal/yang pertama kali diterbitkan
1 - Faktur Pajak Pengganti

Kode Cabang :
000 - untuk Wajib Pajak berstatus tunggal atau cabang yang telah dipusatkan
sesuai kode cabang - untuk Wajib Pajak yang berstatus Pusat yang cabangnya telah dipusatkan

Tahun Penerbitan : diisi dua digit terakhir tahun diterbitkannya Faktur Pajak

Nomor Urut : diisi sesuai nomor urut Faktur Pajak dalam format 8 digit dan setiap tahun harus dimulai dari nomor urut 00000001.

PENYUSUTAN DAN AMORTISASI DALAM BIDANG TERTENTU

Pada akhir tahun 2008, Menteri Keuangan telah mengeluarkan paket peraturan pelaksanaan UU No. 36 Tahun 2008 ( UU PPh) yang diantaranya mengatur tentang Amortisasi dan Penyusutan dalam bidang usaha tertentu (PMK-248/PMK.03/2008 dan PMK-249/PMK.03/2008).
Berdasarkan kedua PMK tersebut, yang dimaksud bidang usaha tertentu adalah :
a. bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 tahun.
b. bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 tahun.
c. bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan dimana ternak dapat berproduksi berkali-kali dan baru dapat dijual setelah dipelihara sekurang-kurangnya 1 tahun

Pada PMK-248/PMK.03/2008, Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya untuk bidang usaha tertentu, dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran atau pada bulan produksi komersial.
Yang dimaksud dengan Bulan produksi komersial adalah bulan dimana penjualan mulai dilakukan.

Sedangkan pada PMK-249/PMK.03/2008, diatur hal-hal sebagai berikut :
a. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut
b. Harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa aktiva tetap yang dimiliki dan digunakan serta merupakan komoditas pokok dalam bidang usaha tertentu, yaitu :
1. bidang usaha kehutanan, meliputi tanaman kehutanan, kayu;
2. bidang usaha industri perkebunan tanaman keras meliputi tanaman keras;
3. bidang usaha peternakan meliputi ternak, termasuk ternak sapi pejantan.
c. Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang dimaksud pada poin a, termasuk biaya pembelian bibit, biaya untuk membesarkan dan memelihara bibit tidak termasuk biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja
d. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dimulai pada bulan produksi komersial, yaitu bulan dimana penjualan mulai dilakukan
e. Apabila harta berwujud yang disusutkan tersebut di kemudian hari dijual, maka harga jual merupakan penghasilan dan nilai sisa buku merupakan kerugian

Rabu, 18 Maret 2009

PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH

Awal Maret 2009 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 43/PMK.03/2009 dan Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-22/PJ/2009 yang memberikan stimulus fiskal berupa PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP)kepada para pekerja dibidang usaha tertentu, yaitu :
a. kategori usaha pertanian termasuk perkebunan dan peternakan, perburuan, dan kehutanan;
b. kategori usaha perikanan; dan
c. kategori usaha industri pengolahan

PPh Pasal 21 DTP diberikan kepada pekerja yang bekerja pada kategori usaha tertentu, dengan jumlah penghasilan bruto diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan tidak lebih dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dalam satu bulan.

Dengan adanya fasilitas PPh Pasal 21 DTP maka pemberi kerja tidak perlu memotong PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan pekerjanya.
Dalam hal pemberi kerja memberikan tunjangan PPh Pasal 21 kepada pekerja atau menanggung PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan pekerja maka PPh Pasal 21 yang ditunjang atau ditanggung tersebut tetap harus diberikan/dibayarkan secara tunai kepada pekerja yang mendapat PPh Pasal 21 DTP.
Download :
PMK-43/PMK.03/2009
PER-22/PJ/2009

Formula Penghitungan PPh Pasal 21 Masa di Tahun 2009

Beberapa pengertian/istilah yang digunakan :
PB = penghasilan bruto, total semua penghasilan yang diterima.
BJ = biaya jabatan, 5% dari penghasilan tetapi maksimal Rp. 500 ribu per bulan.
BP = biaya pensiun, 5% dari pensiunan tetapi maksimal Rp. 200 ribu per bulan.
IP = iuran pensiun, sesuai yang dibayarkan ke Dana Pensiun.

PTKP = penghasilan tidak kena pajak, yang untuk tahun 2009 besarnya :
1. Tidak Kawin : Rp. 15.840.000 setahun : Rp. 1.320.000 per bulan
2. K/0 : Rp. 17.160.000 setahun : Rp. 1.430.000 per bulan
3. K/1 : Rp. 18.480.000 setahun : Rp. 1.540.000 per bulan
4. K/2 : Rp. 19.800.000 setahun : Rp. 1.650.000 per bulan
5. K/3 : Rp. 21.120.000 setahun : Rp. 1.760.000 per bulan
Apabila istri memiliki penghasilan yang digabung :
1. K/I/0 : Rp. 31.680.000 setahun : Rp. 2.640.000 per bulan
2. K/I/1 : Rp. 33.000.000 setahun : Rp. 2.750.000 per bulan
3. K/I/2 : Rp. 34.320.000 setahun : Rp. 2.860.000 per bulan
4. K/I/3 : Rp. 35.640.000 setahun : Rp. 2.970.000 per bulan

Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a = tarif progresif berdasarkan Pasal 17 UU PPh yaitu :
1. Lapisan Penghasilan Kena Pajak s.d. Rp 25 Juta kena tarif 5%
2. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Rp 25 Juta s.d. Rp 50 Juta kena tarif 10%
3. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Rp 50 Juta s.d. Rp 100 Juta kena tarif 15%
4. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Rp 100 Juta s.d. Rp 200 Juta kena tarif 25%
5. Lapisan Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 200 Juta kena tarif 35%

Formula Penghitungan :
Penghasilan Teratur yang diterima oleh Pegawai Tetap
(PB – (BJ + IP) – PTKP) x Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a

Upah yang Diterima oleh Tenaga Harian Lepas di atas Rp. 150.000/hari tetapi tidak lebih dari Rp. 1.320.000/bulan
(PB – Rp. 150.000) x 5%

Upah yang Diterima oleh Tenaga Harian Lepas tidak lebih dari Rp. 150.000/hari namun lebih dari Rp. 1.320.000/bulan
(PB – PTKP sebenarnya) x 5%
PTKP sebenarnya: PTKP harian yang dihitung berdasarkan lamanya bekerja

Honorarium/ Komisi yang diterima oleh :
a. Distributor MLM/Direct Selling
b. Petugas dinas luar asuransi yang tidak berstatus pegawai
c. Penjaja barang dagangan yang tidak berstatus pegawai
d. Penerima penghasilan bukan pegawai lainnya yang menerima penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender
(PB – PTKP) x Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a


Uang Tebusan Pensiun, Uang THT atau JHT, Uang Pesangon [ FINAL ]-----------masih ketentuan lama
Rp. 25 juta s.d Rp. 50 juta = PB x 5%
Rp. 50 juta s.d Rp. 100 juta = PB x 10%
Rp. 100 juta s.d Rp. 200 juta = PB x 15%
Diatas Rp. 200 juta = PB x 25%

Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus yang diterima Mantan Pegawai
PB x Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a

Honorarium yang diterima Dewan Komisaris/Pengawas yang bukan pegawai tetap pada perusahaan yang sama
PB x Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a

Uang Pensiun Bulanan yang diterima pensiunan
((PB – BP) – PTKP) x Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a

Penarikan dana pada Dana Pensiun oleh Pensiunan
PB x Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a

Honorarium dan Pembayaran Lain yang diterima oleh Tenaga Ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris) sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan
a. Bekerja Tidak Berkesinambungan/Tidak ada kontrak
PB x Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a

b. Bekerja secara Berkesinambungan/Ada kontrak
Jumlah kumulatif PB x Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a

Honorarium yang diterima oleh Pegawai Tidak Tetap, Pemagang, Calon Pegawai
(PB – PTKP) x Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a

Honorarium dan pembayaran lain yang diterima oleh Tenaga Lepas (Seniman, Olahragawan, Penceramah, Pemberi Jasa, Pengelola Proyek, Peserta Perlombaan, PDL Asuransi, dll)
PB x Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a

Penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang diterima oleh Tenaga Asing (Expatriate) yang telah berstatus sebagai WPDN
((PB – (BJ + IP) – PTKP) x Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a

Kamis, 26 Februari 2009

PPH PS 23 - PERLU ATAU TIDAK DIPOTONG PPH PASAL 23

Berdasarkan Pasal 23 UU PPh yang baru, obyek pajak dan tarif PPh Pasal 23 adalah
sbb :
1. 15% dari jumlah bruto atas :
a. dividen
b. bunga (selain bunga perbankan)
c. royalty
d. hadiah, penghargaan, bonus dan penghasilan sejenisnya
2. 2% dari jumlah bruto atas :
a. sewa harta (selain yang telah dikenakan PPh Final)
b. jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan konsultan serta jasa lain

Jasa Konstruksi dan Konsultan berdasarkan PMK-187/PMK.03/2008 dikenakan PPh Final
Jasa Lain diatur lebih lanjut dalam PMK-244/PMK.03/2008.

Bagaimana bila ada jasa, contoh : jasa pengiriman barang/ekspedisi, yang tidak diatur di UU PPh maupun PMK-244/PMK.03/2008, apakah pengguna jasa harus memotong PPh Pasal 23?
Jawabannya adalah : Pengguna Jasa tidak wajib memotong PPh Pasal 23, karena jasa tersebut (jasa ekspedisi) berarti tidak termasuk obyek PPh Pasal 23.

Kalo mau download PMK-244/PMK.03/2008 buka tulisanku "PMK sebagai pelaksanaan UU No. 36 Tahun 2008"

Rabu, 25 Februari 2009

PP 15 TAHUN 2009

PP 15 Tahun 2009 mengatur tentang PPh atas penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. PP ini mengatur hal-hal sebagai berikut :
  1. penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final
  2. 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan
  3. 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.

Selasa, 24 Februari 2009

DOWNLOAD

Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan

  1. Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (UU No. 28 Tahun 2007)
  2. Persandingan KUP
  3. PP Nomor 80 Tahun 2007
  4. KMK510-2007
  5. PMK 181 s/d 202 Tahun 2007
  6. PMK 18 s/d 24 Tahun 2008
  7. Sunset Policy : PMK 66 Tahun 2008 dan PER-27 Tahun 2008
  8. Tabel Kode MAP
Pajak Penghasilan
  1. Undang-undang PPh 2008 (UU No. 36 Tahun 2008) dan Penjelasannya
  2. Persandingan Undang-undang Pajak Penghasilan
  3. PP 138 Tahun 2000
  4. Tabel Norma Perhitungan
  5. Tabel Daftar Harta
  6. Petunjuk Pemotongan PPh Pasal 21/26
Pajak Pertambahan Nilai
  1. Per-122/PJ/2006 (Restitusi PPN)
  2. Per-159/PJ/2006 (Faktur Pajak)
  3. Per-146/PJ/2006 dan Perubahannya (SPT PPN 1107)

Formulir SPT 2008

  1. SPT Tahunan PPh Badan (1771)
  2. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (1770)
  3. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Sederhana (1770 S)
  4. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Sangat Sederhana (1770 SS)

Program Aplikasi e-SPT

  1. e-SPT Tahunan 2007 Versi 3.0 (08022008)
  2. e-SPT Tahunan 2007 Versi 3.0 (24102008)
  3. e-SPT PPN 1107 Versi 3.0 (21092007)
  4. e-SPT PPh Masa (19092007)

PTKP, BY JABATAN DAN BY PENSIUN

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)








Status 2008 2009 Dasar Hukum
Per Bulan Per Tahun Per Bulan Per Tahun
Tidak Kawin (T/K) 1.100.000 13.200.000 1.320.000 15.840.000 PMK-137/PMK.05/2005
Kawin Tanpa Anak (K/0) 1.200.000 14.400.000 1.430.000 17.160.000 UU No. 36 Th 2008
Kawin Anak 1 (K/1) 1.300.000 15.600.000 1.540.000 18.480.000
Kawin Anak 2 (K/2) 1.400.000 16.800.000 1.650.000 19.800.000
Kawin Anak 3 (K/3) 1.500.000 18.000.000 1.760.000 21.120.000






Biaya Jabatan : Pengurang penghasilan bruto pegawai tetap






Status 2008 2009 Dasar Hukum
Per Bulan Per Tahun Per Bulan Per Tahun
Perhitungan 5% Ph Bruto 5% Ph Bruto 5% Ph Bruto 5% Ph Bruto KMK-521/KMK.04/1998
Maksimum 108.000 1.296.000 500.000 6.000.000 PMK-250/PMK.03/2008






Biaya Pensiun : Pengurang penghasilan bruto pensiunan






Status 2008 2009 Dasar Hukum
Per Bulan Per Tahun Per Bulan Per Tahun
Perhitungan 5% Ph Bruto 5% Ph Bruto 5% Ph Bruto 5% Ph Bruto KMK-521/KMK.04/1998
Maksimum 36.000 432.000 200.000 2.400.000 PMK-250/PMK.03/2008

Minggu, 22 Februari 2009

JASA YANG DIKENAKAN PPH PASAL 23

Dengan berlakunya UU No. 36 Tahun 2008 maka tmt tahun 2009 ini pemotongan PPh Pasal 23 mengalami perubahan yang sangat signifikan, yaitu dengan hilangnya istilah perkiraan penghasilan neto. Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, PPh Pasal 23 dikenakan tarif tunggal sebesar 2% dari penghasilan bruto.
Jenis-jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 adalah :
  1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
  2. jasa teknik
  3. jasa manajemen
  4. jasa konstruksi
  5. jasa konsultan
  6. jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21
Jenis jasa lain pada poin 6 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 dengan rincian sbb :
1. Jasa penilai (appraisal)
2. Jasa aktuaris
3. Jasa akuntansi, pembukuan dan atestasi laporan keuangan
4. Jasa perancang (design)
5. Jasa pengeboran (drilling) di bidang pertambangan migas kecuali yang dilakukan oleh BUT
6. Jasa penunjang di bidang penambangan migas
7. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas
8. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandara
9. Jasa penebangan hutan
10. Jasa pengolahan limbah
11. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)
12. Jasa perantara dan/atau keagenan
13. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI
14. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
15. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
16. Jasa mixing film
17. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan
18. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan listrik, telpon, air, gas, AC dan/atau TV kabel selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang linkupnya di bidang konstruksi, dan mempunyai ijin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
19. Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan mesin, peralatan listrik, telpon, air, gas, AC dan/atau TV kabel selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang linkupnya di bidang konstruksi, dan mempunyai ijin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
20. Jasa maklon
21. Jasa penyelidikan dan keamanan
22. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer
23. Jasa pengepakan
24. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang, atau media lain untuk penyampaian informasi
25. Jasa pembasmian hama
26. Jasa kebersihan atau cleaning services
27. Jasa ketering atau tata boga

Sabtu, 21 Februari 2009

PERATURAN MENTERI KEUANGAN SEBAGAI PELAKSANAAN UU NO 36 TH 2008

Peraturan Menteri Keuangan sebagai peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 :
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 : PPh atas pengalihan hak atas tanah/bangunan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 : Jenis jasa lain yang dikenakan PPh Pasal 23
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008 : Badan dan Orang Pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang menerima harta hibah, bantuan atau sumbangan yang tidak termasuk objek PPh
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008 : Bea Siswa yang dikecualikan dari objek PPh
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247/PMK.03/2008 : Bantuan/santunan yang dibayarkan badan penyelenggara jaminan sosial kepada WP tertentu yang dikecualikan sebagai objek PPh
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.03/2008 : Amortisasi untuk bidang usaha tertentu
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 : Penyusutan untuk bidang usaha tertentu
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 : Biaya jabatan dan biaya pensiun
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 251/PMK.03/2008 : Penghasilan atas jasa keuangan yang bukan objek pemotongan PPh Pasal 23
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 : Petunjuk pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21/26
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 : Badan tertentu sebagai pemungut PPh Pasal 23 barang sangat mewah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2008 : Bagian penghasilan tidak kena pajak untuk pegawai harian, mingguan dan pegawai tidak tetap lainnya
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 : PPh Pasal 25 untuk WP baru, bank, SGU dengan hak opsi, BUMN, BUMD, WP Masuk Bursa, WP Lainnya dan Pengusaha Tertentu
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2008 : Penetapan saat diperolehnya dividen
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.03/2008 : Perlakuan pajak atas penghasilan kena pajak BUT setelah dikurangi PPh
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.03/2008 : PPh Pasal 26 atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c) UU PPh